Biografi Muassis

K.H Mahfud Ridwan lahir dari pasangan KH. Ridwan dan Hj. Maimunah di Desa Pulutan, Sidorejo, Kota Salatiga, pada bulan Oktober 1941. Pendidikan dasar beliau tempuh di Pulutan, lalu melanjutkan MTs dan Aliyah di kota Makkah. Selanjutnya, beliau kuliah di Baghdad University di jurusan Syariah dan Adab (Sastra). Yang mana pada waktu itu satu kamar bersama K.H Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Sejak kecil, lingkungan pesantren sudah tidak asing baginya. Melanjutkan studi ke negeri Arab dan Mesir menambah pengetahuan beliau yang mendalam tentang ilmu Islam, khususnya syariah dan sastra arab yang beliau geluti tak kurang dari 5 tahun.

Sepulang dari Mesir, sekitar tahun 70-an, beliau pindah ke desa Gedangan bersama sang istri, H. Nafisah, lalu memulai aktivitas sosial keagamaan di desa ini. Tokoh yang dikenal dekat dengan Gus Dur ini, memulai aktivitas sosial yang berorientasikan kepada pemberdayaan masyarakat di pelbagai bidang bersama tokoh lain seperti H. Matori Abdul Djalil, H. M sholeh, dll. Lembaga pertama yang dibentuk adalah Yayasan Desaku Maju (YDM) yang secara resmi didirikan pada tahun 1984, walaupun sebenarnya kiprah dan aktivitasnya sudah mulai sejak tahun 1979, yaitu dengan mengadakan berbagai pelatihan-pelatihan bagi masyarakat. Selain itu, untuk menjawab tantangan di bidang keagamaan, dibentuklah pula sebuah lembaga pesantren transformatif yaitu Edi Mancoro atau yang sekarang lebih dikenal denagan Pondok Pesantren Edi Mancoro. Pesantren yang dibuat dengan maksud mentransformasikan nilai-nilai keagamaan bagi pemberdayaan masyarakat ini berdiri pada tanggal 26 Desember 1989. Gagasan harmonisasi, intregalisasi dan pribumisasi dimensi keagamaan dan kemasyarakatan, kenegaraan dan kebangsaan secara bersama ini dilakukan secara mendalam  dari dua lembaga yang dibentuk ini.

Sepak terjang beliau di bidang sosial keagaman selalu dilandasi dengan nilai-nilai kebangsaan, keragaman, dan kesetaraan. Hal itu semakin membuat baliau mudah dekat dan diterima di semua kalangan, baik umat agama Islam maupun umat beragama lain. Beliau juga didaulat menjadi ketua Forum Silaturahim Umat Beragama (FSUB) dan selalu menjunjung pemahaman bahwa keanekaragaman keyakinan tidak menjadi kendala dalam berbangsa dan bernegara, yang mana hal tersebut akan berujung pada penciptan kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang adil bagi siapapun.

Gagasan tentang pemberdayaan masyarakat, tanpa mengenal sekat keyakinan itu, terus diupayakan Mahfud Ridwan melalui forum bersama. Berisikan orang dari berbagai latar belakang, yang berusaha terus melakukan aktivitas pemberdayaan kemasyarakatan. Lahir pula Forum Gedangan (FORGED) yang mempunyai visi pemberdayaan masyarakat miskin (mustadh’afin) melalui berbagai kegiatan.

Pada hari Ahad tanggal 28 Mei 2017 KH. Mahfud Ridwan dipanggil oleh Allah SWT. Beliau meninggalkan seorang istri yaitu Ny. Hj. Nafisah dan empat anaknya, tiga laki-laki dan satu perempuan yaitu Ir. Khamud Wibisono (Gus Wibi), Dr. Muna Erawati (Ning Muna), Sauqi Prayogo, S. T. (Gus Uqi), dan Muhamad Hanif, M. Hum (Gus Hanif).

Sepeninggal dari KH. Mahfud Ridwan, semua urusan kepesantrenan diberikan kepada Gus Muhamad Hanif, M. Hum putra bungsu beliau.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *