Oleh: Muhammad Jalaluddin Yusuf
sumber : Big Image Creator
Salatiga-Saat ini kita sedang berada di masa-masa pemilu, karena pada tahun ini tepatnya pada tanggal 14 Februari 2024 akan di adakan pilpres untuk masa jabatan 2024-2029. Tanda-tanda masa pemilu adalah banyaknya baliho di space-space kosong di ruang umum yang berisikan ajakan untuk memilih paslon tertentu, dan di masa ini akan ada banyak sekali orang-orang yang menjadi sensitif hanya karena berbeda pilihan.
Apapun yang anda kenakan akan menjadi perhatian, seperti warna baju,dan lain sebagainya. Bahkan pose foto memakai jari pun bisa menjadi anggapan bahwa anda mendukung salah satu paslon tertentu.
Di dalam masa pemilu jumlah polemik akan cenderung meningkat mulai dari ruang lingkup yang besar hingga ruang lingkup yang kecil, mulai dari tokoh politik seperti partai pendukung, hingga kalangan masyarakat. Konflik pun sangat mungkin terjadi, antara teman sekumpulan, suami dan istri, rekan kerja bahkan antara orang tua dan anak pun bisa terjadi hanya karena perbedaan paslon yang mereka pilih.
Hal-hal seperti itu adalah wajar terjadi karena dari hal-hal seperti itulah yang mewarnai demokrasi dan membuat demokrasi menjadi lebih indah, dan kita sebagai warga negara juga diberi kebebasan memilih. Namun satu hal yang harus diingat bahwa konflik yang terjadi masih dalam kategori wajar selama tidak sampai mengarah ke perpecahan, kekerasan,atau tindak aksi lain yang mengundang ke arah negatif. Tetapi pada kenyataanya, dalam hal menggunakan hak pilih masih banyak anak-anak muda yang tidak memaksimalkan hak pilih mereka, hal ini terjadi karena kurangnya literasi mereka, sehingga mereka jadi lebih mudah terperdaya oleh omongan-omongan di lingkungan mereka tanpa tahu kebenaran dari informasi tersebut.
Pemilu yang Mencerdaskan
Pemilu kali ini bisa dikatakan sebagai pemilu yang paling seru dan mencerdaskan. Hal ini tak lain dipengaruhi dengan pesatnya era digital yang membuat informasi menjadi mudah dan cepat untuk diakses. Banyaknya acara-acara seperti Desak Anies, Tabrak Prof, Gelar Tikar Ganjar, Slepet Imin, dan lainnya menjadi bukti informasi dapat berkembang pesat melalui teknologi . hal inilah yang dapat memberikan ruang bagi publik untuk bertanya langsung kepada paslon yang mencalonkan diri mengenai kebijakan apa yang akan mereka lakukan dalam menghadapi masalah tertentu.
Namun dengan akses informasi yang banyak dan mudah dijangkau tersebut, banyak anak muda yang masih kurang memaksimalkan hal itu. Banyak dari mereka yang termakan oleh video-video pendek di tik tok, atau gimmick dari paslon tertentu, dan mungkin hanya ikut-ikutan temanya dalam menentukan pilihan mereka, tanpa tahu apa visi misi dari paslon yang mereka dukung dan biografi mereka. Hal ini tentu sangat disayangkan karena hal ini menjadi tanda bahwa masih banyak anak muda di Indonesia yang memiliki budaya akademik atau literasi yang rendah sehingga dengan berbagai fasilitas yang luar biasa tersebut tidak di manfaatkan secara maksimal.
Terlepas dari hal-hal tersebut perbedaan pilihan adalah sebuah keindahan dalam demokrasi namun bukan berarti perbedaan menjadi penghalang dalam berdemokrasi atau merasa cukup atas “beda” yang “berdemokrasi”. Justru ini akan lebih indah apabila perbedaan pilihan tersebut didasari oleh pengetahuan yang cukup mengenai pilihan mereka dan tidak asal ikut-ikut orang lain.
Berbanding terbalik dengan perbedaan pilihan yang mewarnai demokrasi, ada hal yang penulis rasa cukup memprihatinkan, yakni mereka yang golput, karena tindakan golput ini sama saja mencederai demokrasi dan menunjukan bahwa mereka bersikap tak acuh terhadap masa depan bangsa ini, dan yang sangat di sayangkan adalah masih sering di jumpai di kalangan anak muda yang memilih untuk golput dengan alasan yang ber macam-macam, seperti malas, buang waktu, dan sebagainya. Padahal masa depan suatu bangsa berada di tangan anak-anak muda di bangsa tersebut.
Peningkatan Literasi
Mengacu dari Educational Development Center (EDC) literasi adalah sebuah kemampuan yang lebih dari sekedar membaca dan menulis, yang dimana literasi adalah kemampuan individu untuk menggunakan segenap potensi dan skill yang dimiliki dalam hidupnya. Jadi bisa dikatakan bahwa literasi adalah sebuah kemampuan individu dalam memecahkan suatu masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Banyak hal yang bisa dilakukan untuk meningkatkan literasi. Namun yang paling efektif adalah mengenalkan budaya membaca sejak dini karena ketika seseorang membiasakan membaca maka akan membuat otak lebih cerdas dan memperkuat rasa ingin tahu.
Bagaimana kondisi masyarakat yang tengah menginjak usia remaja dan tidak bisa membedah fakta dari teknologi informasi yang diterima? Akan tetapi, tidak ada kata terlambat untuk menjadi lebih baik. Hal yang paling mudah dilakukan adalah kita bisa mulai dengan tidak asal percaya dengan video pendek dari fyp (for your page). Setiap kali mendapat informasi dari media sosial, setidaknya kita dapat mencari kredibilitas dari seliweran fyp. Hal yang bisa kita lakukan seperti membaca kolom komentar sebagai afirmasi atas kebenaran video, melakukan double check ke internet seperti google, atau bisa juga langsung bertanya pada ahlinya.
Literasi sangat penting bagi masyarakat suatu bangsa karena dapat menentukan masa depan bangsa itu sendiri. Sekali lagi penulis menyayangkan pada kenyataan yang sering terjadi di lapangan. Masih ditemukan masyarakat, terutama anak muda yang tidak bisa atau bahkan tidak mau beroperasi dan membuka pikiran mereka ketika sebuah fakta disodorkan dengan beragam aspek pilihan. Lebih parahnya lagi, sebagian dari mereka adalah kaum-kaum terpelajar yang tengah menduduki bangku kuliah. Tidak dapat dipungkiri atau bersifat merendahkan, justru penulis menemukan kasus seorang petani yang lebih melek pada kondisi politik dengan sangat baik dan objektif. Hal ini menunjukan bahwa untuk memiliki literasi yang baik bisa dimiliki oleh siapa saja dan kapan saja, dan pendidikan tinggi tidak menjamin kemampuan seseorang apabila ia tidak memaksimalkannya.
Lantas, akankah warga negara Indonesia akan terus seperti ini? Semoga tidak, dan harapan kedepannya seluruh masyarakat di Indonesia bisa menjadi lebih cerdas dan terbiasa akan budaya literasi guna memiliki masa depan yang cerah, cerdas lah dalam menentukan pilihan, semua pilihan bisa dikatakan benar selama ada alasan atau bahkan riset yang logis, bukan asal ikut-ikut dan fanatisme belaka, namun apabila ada yang terbaik kenapa tidak. Menuju Indonesia cerdas dan gemilang.